Rabu, 14 Oktober 2015

Penyebab Pembakaran Gereja Di Singkil Aceh

Kerusuhan bernuansa agama pecah di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, Selasa siang (13/10). Sekelompok warga membakar satu gereja dan satu undung-undung (rumah peribadatan berukuran kecil) di Desa Suka Makmur. Akar permasalahan dipicu atas berdirinya puluhan gereja tak berizin di Singkil.
Bupati Aceh Singkil Safriadi menyatakan, sesungguhnya ada kesepakatan antarwarga di daerahnya bertahun-tahun lalu.

“Ada perjanjian damai antara umat Kristen dan Islam pada 1979 yang dikuatkan lagi di musyawarah tahun 2001,” kata dia, dikutip dari CNN Indonesia.

Berdasarkan perjanjian damai tersebut, ujar Safriadi, di Aceh Singkil disetujui berdiri satu gereja dan empat undung-undung. Namun kini ternyata jumlah rumah ibadah telah lebih dari yang disepakati.
“Menjamur menjadi 23 undung-undung. Ini menyebabkan gejolak,” ujar Safriadi. Jumlah gereja pun bertambah melebihi yang tercantum dalam kesepakatan.

“Tanggal 6 Oktober, umat Islam mendesak Pemerintah Daerah untuk berpatokan pada perjanjian tahun 1979 dan musyawarah 2001,” kata Safriadi.
Pada tanggal itu, ujarnya, disepakati untuk melakukan pembongkaran rumah ibadah yang jumlahnya melebihi kesepakatan.

“Kami menyetujui pembongkaran yang oleh bupati lama tidak dilaksanakan,” ujar Safriadi.
Semua itu, kata Safriadi, demi ketenangan di Aceh Singkil. Selanjutnya digelar lagi pertemuan warga tanggal 8 Oktober, namun tak membuahkan hasil.
“Sebab pihak non-muslim keberatan rumah ibadah dibongkar.”

Barulah akhirnya tanggal 12 Oktober, ujar Safriadi, rapat Musyawarah Pimpinan Daerah menyepakati untuk membongkar 10 undung-undung yang jemaatnya berjumlah relatif sedikit.

“Pertimbangannya, jemaat di 10 undung-undung tak berizin itu bisa beribadah di daerah tetangganya yang memiliki rumah ibadah lebih besar,” kata Safriadi.
Pada 12 Oktober itu disepakati pembongkaran akan dilakukan pekan depan, tanggal 19 Oktober.
“Tapi warga tak sabar sehingga terjadi insiden. Berlangsung demonstrasi yang disusul tindakan anarki,” ujar Safriadi.

Kerusuhan bermula pada pukul 11.00 WIB ketika sekitar 700 orang mendatangi satu gereja di Desa Suka Makmur, Aceh Singkil, dan membakarnya. Massa membawa senjata tajam sehingga aparat keamanan pada awalnya sempat kesulitan menghadang mereka.
“Polisi tak bisa berbuat apa-apa selain meminta jemaat untuk pergi,” ujar Pendeta Erde, Kepala Gereja di HKI Gunung Meria.

Satu orang tewas dan tujuh lainnya terluka dalam kerusuhan tersebut. Selanjutnya setelah membakar gereja, kata Pendeta Erde, massa melakukan sweeping.
“Betul, ada sweeping, dan ada satu korban tewas dari warga. Sekarang sudah tenang,” ujar Safriadi, sang Bupati.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan jajarannya di Aceh Singkil terus berupaya untuk meredam emosi massa dari kedua pihak di daerah itu.

Warga Pernah Minta Ketegasan Pemkab Aceh Singkil Soal Gereja


Salah satu pemicu bentrokan yang terjadi di Desa Dangguran, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Nangroe Aceh Darusallam adalah adanya pembangunan rumah ibadah umat nasrani. Pembangunan gereja itu tidak memiliki izin.

Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh, Fachrul Razi, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil melakukan pembiaran terhadap upaya pembangunan rumah ibadah tersebut. Padahal, sudah ada SKB Tiga Menteri dan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 25 Tahun 2007 soal pedoman dan syarat-syarat pembangunan rumah ibadah di Provinsi Nangroe Aceh Darusallam.

Bahkan, khusus di Aceh Singkil, sudah ada perjanjian damai dan kesepakatan antara umat islam dan umat nasrani soal jumlah rumah ibadah di wilayah Aceh Singkil. Berdasarkan perjanjian damai itu, di Aceh Singkil disetujui satu gereja dan empat undung-undung, rumah peribadatan umat nasrani yang ukurannya lebih kecil.

Namun, saat ini setidaknya sudah ada 10 gereja yang saat ini berdiri di Aceh Singkil. Pemkab Aceh Singkil pun dianggap melakukan pembiaran terhadap proses pembangunan rumah ibadah ini. Akhirnya, warga yang tidak setuju itu melancarkan protes dan melalukan usaha pembongkaran terhadap salah satu gereja di Desa Dangguran, namun dihalangi-halangi warga Desa Dengguran.

Fachrul Razi mengatakan, potensi kerawanan ini sebenarnya sudah terpantau sejak lama. Bahkan, ungkap Fachrul, pihaknya sempat meminta kepada kepada Gubernur Aceh untuk melakukan upaya peningkatan program toleransi beragama di Aceh Singkil.

''Laporan ini sebenarnya sudah lama. Dua tahun lalu saya sudah sampaikan kepada Gubernur dan kawan-kawan di Aceh, agar program toleransi beragama di perbatasan, terutama di Aceh Singkil, itu ditingkatkan,'' kata Fachrul saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/10).

Selain itu, menurut Wakil Ketua Komite I DPD RI itu, masyarakat juga sempat meminta kepastian hukum dan ketegasan dari Pemerintah Daerah Aceh Singkil. Seharunya, kata dia, Pemerintah Daerah tegas menerapkan aturan-aturan dan regulasi yang ada.

Tidak hanya itu, Fachrul juga menyesalkan lemahnya usaha preventif dan pencegahan yang dilakukan Pemkab Aceh Singkil terkait bentrokan antar warga tersebut. Dalam bentrokan satu orang dilaporkan meninggal dunia.

Kapolri: 20 Orang Ditangkap Terkait Pembakaran Rumah Ibadah dan Bentrok Warga

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyebut ada 20 orang yang ditangkap akibat pembakaran gereja disusul bentrokan antar warga di Aceh Singkil.

"Ada 20-an orang yang ditangkap, masih didalami apakah yang ditangkap ini apakah terlibat. Kami tindak tegas," kata Badrodin di rumah dinasnya Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2015).

Selain itu polisi juga mengamankan 20 motor, 3 mobil pikap, 3 mobil colt diesel dan senjata tajam yang digunakan yakni parang, kapak juga batang bambu.

"Saya minta untuk menahan diri agar jangan sampai masyarakat terpancing oleh provokasi melalui SMS-SMS. Saya berharap semua warga menahan diri dan menyelesaikan kasus ini secara hukum," paparnya.

Penyerangan rumah ibadah ini terjadi karena warga memprotes 21 bangunan gereja yang tidak memiliki izin. Warga yang mendesak pembongkaran gereja sempat berdialog dengan pemda setempat sehingga tercapai kesepakatan eksekusi pembongkaran dilakukan pada Senin (19/10) pekan depan.

Namun ada kelompok warga yang tidak terima dengan kesepakatan ini dengan alasan, warga yang ikut dalam dialog bersama Pemda bukan perwakilan dari warga yang menolak rumah ibadah tanpa izin

Pagi tadi sekitar pukul 10.00 WIB mereka bergerak namun dihalangi personel TNI dan Polri

"Sehingga mereka menuju ke rumah ibadah GHKI Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah," sambungnya. "Warga massanya 500. Mereka menyebar dengan sepeda motor dan menuju gereja dan membakar," ujar Badrodin.

Usai membakar gereja, massa bergerak ke Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan dan bentrok dengan kelompok warga yang menjaga gereja.



references by
http://adfoc.us/30410156839346
http://adfoc.us/30410156846291
http://adfoc.us/30410156846274

Tidak ada komentar:

Posting Komentar